Bakmi Ayam Bukan Bakmi, Apa Yang Membuatnya Berbeda?
Kenapa Bakmi Ayam Bukan Bakmi Terasa Berbeda
Banyak orang mengira bahwa perbedaan antara bakmi ayam dan bakmi tradisional hanya terletak pada topping-nya saja. Namun sebenarnya, keduanya memiliki perbedaan mendasar yang meliputi bahan, cara memasak, rasa, hingga makna budaya di balik penyajiannya. Inilah alasan mengapa kalimat Bakmi Ayam Itu Bukan Bakmi terasa masuk akal bagi mereka yang memahami sejarah dan filosofi kuliner Tionghoa.
Berikut beberapa alasan yang membuat keduanya berbeda secara signifikan:
1. Perbedaan Minyak dan Bumbu Dasar
-
Bakmi tradisional menggunakan minyak babi sebagai komponen utama. Minyak ini memberi aroma kuat, rasa gurih pekat, dan lapisan rasa yang kompleks.
-
Bakmi ayam, sebaliknya, menggunakan minyak ayam atau minyak sayur agar lebih ramah bagi konsumen Muslim. Rasa yang dihasilkan lebih ringan dan tidak sepekat versi klasiknya.
-
Perubahan kecil ini sebenarnya cukup besar pengaruhnya. Bumbu yang sama pun bisa terasa berbeda karena lemak yang digunakan membawa cita rasa yang berbeda pula.
2. Topping yang Mengubah Karakter
-
Bakmi klasik biasanya disajikan dengan topping seperti chasiu (daging babi panggang), pangsit rebus, atau char siu oil yang khas.
-
Bakmi ayam menggantikan semua itu dengan suwiran ayam manis-gurih dan kadang tambahan jamur. Rasanya tetap lezat, tetapi memiliki kepribadian berbeda.
-
Secara tidak langsung, topping ini mengubah pengalaman makan: dari rasa berlemak dan pekat menjadi gurih yang lebih lembut dan manis.
3. Jenis dan Tekstur Mie yang Tidak Sama
-
Bakmi tradisional memakai mie buatan tangan dengan kadar telur tinggi, menghasilkan tekstur kenyal, lembut, dan agak licin karena baluran minyak babi.
-
Bakmi ayam sering menggunakan mie telur pabrikan yang lebih tebal dan sedikit lebih lembek setelah dimasak.
-
Tekstur ini memengaruhi cara bumbu menempel di mie dan mengubah keseimbangan rasa setiap suapan.


